Sabtu, 24 Oktober 2009

Sebuah Harga Diri dan Perjuangan Seorang Penjual Koran

Maaf jika saya baru bisa posting dan menyalurkan kata-kata yang teruntai dalam kalimat. Banyak hal yang harus saya selesaikan terkait dengan masalah pribadi dan orang lain. Kali ini kembali saya akan bercerita. Ya, cerita tentang kehidupan, tentang orang lain, tentang orang-orang yang ada di sekitar saya.
Ketika saya selesai kuliah dan hendak pulang ke kos, saya menjumpai seorang penjual Koran di perempatan jalan.ya, di perempatan jalan Kompi Mako Brimob atau di perempatan Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Saya tidak hanya sekali menjumpai, namun hampir setiap hari saya menjumpai penjual koran jalanan tersebut. Ada satu hal yang membedakan penjual koran tersebut dengan yang lainnya. Dia memiliki kelainan fisik dan mental. Dia berjalan pincang sembari menawarkan koran yang dibawanya. Tanpa kata-kata karena bisu yang dideritanya.



Pada waktu itu, cuaca sangat panas dan menyengat kulit. Terasa sangat ketika lampu merah menyala. Penjual koranpun segera menawarkan dagangannya kepada saya. Karena rasa iba atas keadaan penjual tersebut, kemudian saya menyodorkan selembar uang kertas yang mungkin menurut saya cukup untuk makan dan minum sekali, sesuai dengan ukuran apa yang saya makan. Namun begitu mencengangkan. Penjual itu menolaknya dengan isyarat. Dia mengisyaratkan jika ia bukan pengemis dan tak membutuhkan belas kasihan. Penjual itu malah menyodorkan koran agar saya mau membeli, bukan memberikan uang secara cuma-cuma.
Mata saya begitu terpana dan merasa sangat pedih melihat hal itu. Hati saya teriris melihat apa yang telah dilakukan penjual koran yang pincang, bisu dan terkadang meneteskan air liur di bajunya. Saya hanya bisa diam sembari penjual itu menawarkan korannya kepada orang lain. Dalam hati saya berkata, semoga surga yang akan membalas perjuanganmu. Kaulah salah satu guru terbaik yang pernah saya temui. Bukan dari buku, dosen atau profesor-profesor yang selama ini menyalurkan ilmunya. Saya melihat sebuah harga diri yang begitu tinggi dan mulia, bahkan melebihi orang yang selalu rajin beribadah namun hatinya keruh akan duniawi. Keruh akan kebusukan-kebusukan demi kebahagiaan diri sendiri.
Kembali saya berkata dalam hati, betapa ia memiliki martabat dan harga diri yang begitu tinggi meskipun dengan kekurangan yang menderanya. Ia jadikan kekurangan itu bukan sebagai alasan untuk berlemah diri, namun untuk semakin maju menjalani hidup yang keras.
Namun saya tak kurang akal. Esoknya saya letakan selembar uang dengan jumlah yang sama di atas koran-koran yang dibungkus plastik yang tergeletak di pinggir jalan sebagai tanda penghormatan saya pada waktu kemarin ketika ia tengah menawarkan koran kepada pengguna jalan. Saya sengaja melakukannya karena ia pasti akan menolaknya ketika saya memberikannya lagi. Jadi saya harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi agar ia mengira itu adalah uang hasil penjualan koran-korannya.

Itulah sedikit cerita dari saya. Mungkin dapat mengilhami dan menjadi pelajaran bagi orang lain. Betapa harga diri dan martabat begitu mahal dan tinggi, bahkan tak mampu diukur dengan materi sekalipun. Betapa perjuangan tak harus berhenti akibat sebuah kegagalan dan kekurangan. Jika anda ingin menyaksikan guru hidup saya tersebut, Insya Alloh dapat kalian jumpai di tempat-tempat yang saya tunjukan tersebut. Saya tak berkehendak sombong atau angkuh atas apa yang saya lakukan, namun saya hanya ingin berbagi akan pelajaran hidup kepada orang lain. Jika kalian belum tentu mulia dari orang yang kalian anggap hina. Jika kalian belum tentu lebih tinggi derajatnya dari orang yang kalian anggap rendah hidupnya.

(mungkin lain waktu saya akan mengambil gambar penjual koran tersebut agar kalian lebih percaya akan kenyataan yang ada).
(many thanks buat Kang Opik. Pikiran saya menjadi sangat terbuka setelah membaca karya Virginia. Pelajaran untuk menuju kesuksesan bukan hanya melalui bangku pendidikan secara formal, tapi lebih menuju kepada kehidupan yang sebenarnya. Ojo bosen-bosen aweh pitutur go aku Kang! Matur nuwun…)

“melihatmu bahagia adalah sebuah anugrah terindah yang ku miliki…”
“biarkan aku menerima dan menjalankan titah Sang Rabb melalui tangan-tangan Jibril…”
“karena sesungguhnya, Ialah Kekasih Sejati yang selalu ada…”
“seperti halnya dirimu…”

“aku tak sebaik yang kau kira…”
“dan aku tak seburuk yang kau sangka…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayat-Ayat Tentang Riba

Assalamu'alaikum.. Alladzina yaa kuluunarribaa laa yaquumuuna illaa kamaa yaquumulladzii yatakhobbathuhusyayaithoonu minalmassi, dzaal...