Jumat, 13 November 2009

Pancasila Menangis

Lama vacuum dari menulis, ternyata banyak sekali hal yang menjadi sorotan dalam kehidupan ini. Untuk kembali mengisi kekosongan tersebut, saya akan memberikan sebuah tulisan yang berkaitan dengan topic yang saat ini sedang ramai dibicarakan. Berkaitan dengan dengan msalah moral, kemanusiaan, politik dan sebagainya. Berkaitan dengan judul yang saya ambil, itu hanyalah sebuah wujud dari degradasi fungsi ataupun makna dari Pancasila sebagai dasar, ideology ataupun pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila, yang kurang lebih selama 64 tahun menjadi panji-panji kehidupan seluruh rakyat Indonesia ternyata mulai runtuh. Agar apa yang saya ungkapkan lebih jelas dan mudah diterima, maka saya mulai untuk mengupas satu persatu kenyataan pahit yang berkaitan dengan sila-sila Pancasila.


Sila pertama berbunyi, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal tersebut menunjukan jika bangsa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas ketuhanan. Indonesia mengakui adanya Tuhan sebagai sumber dari adanya suatu kehidupan di dunia ini. Dengan diakuinya beberapa kepercayaan sebagai agama nasional, menunjukan betapa bangsa Indonesia begitu menjunjung tinggi nilai agama sebagai salah satu landasan hidup. Selain sebagai wujud pandangan hidup, sila pertama juga menunjukan kebebasan yang diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Tak ada paksaan ataupun intimidasi dalam menganut sebuah kepercayaan.
Fakta yang sekarang terjadi :
Agama seperti sebuah permainan bagi rakyat Indonesia. Sebagai contoh yang sederhana, pasangan yang hendak menikah namun memiliki perbedaan kepercayaan. Salah satu dari pasangan mengalah untuk memeluk agama pasangan yang lainnya agar kemudian prosesi pernikahan dapat berlangsung dan setelah prosesi tersebut selesai, maka semua akan kembali seperti semula. Pancasila memberikan kebebasan untuk memilih, namun bukan lantas menjadi sebuah permainan. Ada contoh lagi yang sering kita dengar. Banyak sekali orang-orang, manusia-manusia menyebut nama Tuhannya ketika ia menyatakan sumpah atau janji. Namun kenyataannya? Nonsense! Nama Tuhan seolah-olah hanya sebagai formalitas untuk sebuah acara atau janji bagi seseorang agar semuanya dapat berjalan dengan lancar (Para pejabat yang melakukan korupsi dan pelanggaran lainnya sebelumnya telah dilantik melalui sumpah yang mengatasnamakan Tuhan sebagai dasarnya. Namun setelah mereka duduk ditempat yang nyaman, maka sumpah itupun hilang tak berbekas. Itulah yang dimaksud hanya sebagai formalitas saja).
Sila kedua berbunyi, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Menempatkan manusia sesuai hakekatnya sebagai makhluk Tuhan. Seluruh rakyat Indonesia adalah manusia yang memiliki moral, yang memiliki etika, yang memiliki adab dalam segala kehidupannya. Menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dimana setiap rakyat memiliki kedudukan yang sama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada satupun rakyat Indonesia yang kebal terhadap hukum. Tidak ada satupun rakyat Indonesia yang dapat berbuat sekehendak dirinya.
Fakta yang sekarang terjadi :
Rakyat Indonesia 80% saya katakan tidak memiliki moral, etika dan adab dalam kehidupannya. Sebagai contoh, para wakil rakyat yang duduk di kursi “terhormat” di DPR berlomba-lomba untuk membuat video porno. Selain itu, publikasi sex bebas seakan menjadi tontonan kartun yang mudah untuk ditonton dan didapatkan. Pada saat sekarang ini, si kaya mampu membeli si miskin dan memperlakukan si miskin layaknya hewan peliharaan yang diperlakukan sekehendak hati sang majikan. Hukum di Indonesiapun pada era sekarang sangatlah buruk. Yang kaya mampu bebas dengan mudahnya walaupun kasus yang dihadapi cukup berat. Sedangkan si miskin terkurung di dalam sel durjana dengan kasus yang tidak seberapa. Si miskin semakin miskin dan si kaya semakin kaya.
Sila ketiga berbunyi, Persatuan Indonesia.
Dua kata yang memiliki makna begitu dalam. Jika bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersatu. Bangsa yang utuh. Sesuai dengan semboyan kita, Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Meskipun bangsa Indonesia memiliki kemajemukan yang banyak, namun hal tersebut tidaklah meruntuhkan keutuhan jiwa bangsa. Semua saudara, semua satu hati dan semua satu keinginan. Dari ujung barat di kota Sabang hingga ujung timur di kota Merauke, semua bersatu di bawah naungan Pancasila sebagai manusia yang memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan.
Fakta yang sekarang terjadi :
Sekarang rasa persaudaraan dan sepenanggungan telah terkikis oleh ego pribadi masing-masing. Ada beberapa daerah yang mencoba melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti Aceh dan Papua. Ada contoh lain, yaitu berbagai konflik yang terjadi akibat perbedaan suku, agama ataupun ras yang terjadi di berbagai pelosok Indonesia. Konflik di Papua adalah salah satu bentuk konflik antar suku. Konflik di Ambon adalah salah satu contoh bentuk konflik agama dan masih banyak lagi konflik-konflik yang didasari sebab di atas. Semua unsur yang menyebabkan adanya perpecahan bukan tidak mungkin akan menjadi penyebab kehancuran bangsa Indonesia dalam beberapa waktu ke depan. Sumpah Amukti Palapa yang dikumandangkan oleh Mahapatih Gadjahmada pada masa Kerajaan Majapahit hanyalah akan menjadi kiasan yang tidak pernah dilihat oleh anak cucu kita kelak.
Sila keempat berbunyi, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
UUD 1945 merupakan salah satu dasar atau acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berbagai aturan dan kebijakan yang termuat di dalamnya. Indonesia adalah bangsa yang memiliki budi pekerti dan berakal dalam setiap pemikirannya dimana selalu menghadapkan segala suatu hal melalui sebuah pemikiran yang matang dan permusyawarahan guna menuju hasil yang lebih baik yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan orang banyak.
Fakta yang sekarang terjadi :
Pada saat sekarang ini, UUD 1945 tidak lagi menjadi acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak sekali rakyat Indonesia yang bahkan tidak mengetahui isi dari UUD 1945, apalagi untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Semua hanyalah pembodohan yang dilakukan terhadap rakyat kecil oleh sebagian orang yang tidak berbudi pekerti. Jadi jangan salahkan jika terdapat celotehan yang berbunyi, “pantas saja Indonesia miskin, fakir miskin dan anak-anak terlantar saja dipelihara oleh negara”. Mereka bukanlah hewan. Mereka adalah manusia yang memiliki hati nurani yang sama seperti manusia yang lainnya. Kemudian, di dalam gedung DPR, sering kita melihat para wakil rakyat yang terhormat, yang mulia dan pujian-pujian lain bagi mereka, yang hanyalah bentuk kemunafikan berlomba-lomba untuk mengingkari janji-janji mereka. Wakil rakyat seharusnya menjadi penyalur aspirasi rakyat, namun kenyataannya mereka hanyalah mencari keuntungan materi melalui kursi yang mereka duduki. Selain itu, di dalam merundingkan atau melaksanakan rapat-rapat annggota dewan, sering terlihat antar anggota dewan saling beradu mulut bahkan bogem mentahpun melayang dari tangan mereka. Mungkin dapat saya kata, tak ada musyawarah, tangan yang berbicara. Apakah itu yang disebut dengan wakil rakyat? Yang memberikan contoh dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bagaimana mungkin rakyat dapat hidup damai sejahtera, aman dan tentram jika wakil yang mereka utus sebagai penyalur aspirasi mereka bertindak sedemikian rupa? Sungguh hal yang sangat ironis.
Sila kelima berbunyi, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Setiap unsur kehidupan manusia yang hidup di dalamnya memiliki persamaan hak yang sama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Memiliki persamaan hak dalam hukum, pemerintahan, kehidupan yang layak, kekayaan yang terkandung di dalam tanah air kita, rasa aman dan tentram dan lain sebagainya. Pemerataan pembangunan, mulai dari aspek fisik dan social.
Fakta yang sekarang terjadi :
Tidak ada keadilan yang sehat yang ada di bumi kita tercinta, tanah air Indonesia. Semua keadilan telah diperjual-belikan. Contoh kasus terhangat yang saat ini tengah mencuat diberbagai media massa. Kriminalisasi KPK dan rekayasa kasus pembunuhan dengan terdakwa Antasari Azhar. Terkuaknya fakta kedua kasus tersebut benar-benar membuktikan jika hukum tidaklah berlaku di Indonesia. Yang kaya menang ataupun bebas, yang miskin teraniaya. Hukum telah menjadi komoditi utama yang mampu diperjual-belikan di kalangan cukong-cukong tidak bertanggung jawab yang memiliki kekuasaan melalui uang. Para pejabat dan petinggi penegak hukum seakan-akan hanya sebagai boneka yang dijalankan oleh para mafia hukum untuk menutupi kebusukan mereka. Lalu contoh lain yang mendasari pertanyaan saya. Mengapa banyak sekali daerah yang mencoba melepaskan diri dari NKRI? Satu jawaban dari saya. Karena mereka tidak mendapatkan keadilan yang selayaknya. Argument saya ini berkaitan dengan apa yang saya bicarakan pada sila ketiga. Pelaksanan pembangunan tidak mampu dilakukan secara adil dan merata. Daerah yang kaya akan hasil bumi ternyata tidaklah mendapatkan apa-apa dari apa yang mereka miliki. Contoh, Papua kaya akan tambang emas. Namun kenyataan yang ada? Banyak rakyat mereka yang hidup susah. Mereka benar-benar tidak mendapatkan hasil dari bumi mereka sendiri. bandingkan dengan kota Jakarta. Apakah Jakarta mampu menghasilkan emas seperti halnya Papua? Tentu dapat terlihat dari kenyataan yang ada, jawabannya adalah tidak. Tetapi dibalik semua kekurangannya tersebut, Jakarta mampu melakukan pembangunan secara besar-besaran hanya karena dikata sebagai ibukota negara. Sedangkan daerah yang menjadi sumber penghasilan negara yang ada ditempat jauh, diabaikan layaknya anak tiri oleh ibunya.


“aku tak sebaik yang kau kira…”
“dan aku tak seburuk yang kau sangka…”


Ayat-Ayat Tentang Riba

Assalamu'alaikum.. Alladzina yaa kuluunarribaa laa yaquumuuna illaa kamaa yaquumulladzii yatakhobbathuhusyayaithoonu minalmassi, dzaal...